Seni Budaya - Menganalisis Gerak Tari Berdasarkan Ruang, Waktu, dan Tenaga (aktv 2)
SENI TARI
AKTIVITAS 2
Menganalisis Gerak Tari Berdasarkan Ruang, Waktu, dan Tenaga
Apakah yang dimaksud dengan ruang dalam tari?
Ketika ananda menyaksikan pertunjukkan tari, ada tarian yang bergerak berpindah tempat, dan ada yang tidak berpindah. Penari bisa bergerak karena adanya ruang. Jangkauan gerak yang dapat dilakukan penari itulah yang dinamakan ruang. Gerak di dalam ruang dapat dilakukan sendiri, berpasangan, dan berkelompok.
Ada dua macam ruang dalam tari yaitu ruang pribadi dan ruang umum. Jika Ananda melakukan gerakan ditempat tanpa berdiri berarti melakukan gerak diruang pribadi, sedangkan bergerak berpindah tempat maka Ananda melakukan gerak di ruang umum.
Ruang yang dimaksud adalah tempat/wadah dimana akan dipakai untuk menari. Waktu yaitu berkaitan dengan kapan akan dimulai menari. Sedangkan Tenaga adalah kekuatan atau power sekuat-kuatnya yang sangat diperlukan untuk menari.
Silakan Ananda amati gambar tarian atau saksikan tautan youtube berikut ini untuk memahami jenis ruang yang digunakan pada tarian tersebut
1. Tari Saman / Ratoh Jaroe (Aceh)
Tari Saman merupakan tarian yang memiliki koreografi dalam posisi duduk dan tidak berpindah tempat bersamaan dengan gerakan tangan semua penari yang selaras dan dinamis. Tarian ini diiringi dengan puisi yang sarat dengan pesan-pesan agama atau puji-pujian terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Tari Saman merupakan salah satu tari tradisional asal Indonesia yang bahkan sudah cukup dikenal di seluruh mancanegara. Tarian satu ini merupakan sebuah tarian suku dataran tinggi Gayo abad ke-XIV Masehi yang biasa ditampilkan ketika perayaan peristiwa-peristiwa penting di dalam adat. Maka dari itu, syair yang terdapat di dalam salah satu tarian dari 34 tari tradisional asal Indonesia ini menggunakan Bahasa Gayo. Di dalam beberapa literatur menyebutkan bahwa Tari Saman dikembangkan oleh Syekh Saman yang merupakan seorang ulama asal Gayo di Aceh Tenggara.
Tari Saman termasuk salah satu tarian yang cukup unik, kerena hanya menampilkan gerak tepuk tangan gerakan-gerakan lainnya, seperti gerak guncang, kirep, lingang, surang-saring (semua gerak ini menggunakan bahasa Bahasa Gayo). Tari Saman merupakan salah satu media untuk menyampaikan pesan atau dakwah. Tarian ini mencerminkan pendidikan, keagamaan, sopan santun, kepahlawanan, kekompakan dan kebersamaan.
Nyanyian para penari menambah kedinamisan dari tarian saman. Cara menyanyikan lagu-lagu dalam tari saman dibagi dalam 5 macam:
- Rengum, yaitu auman yang diawali oleh pengangkat.
- Dering, yaitu rengum yang segera diikuti oleh semua penari.
- Redet, yaitu lagu singkat dengan suara pendek yang dinyanyikan oleh seorang penari pada bagian tengah tari.
- Syekh, yaitu lagu yang dinyanyikan oleh seorang penari dengan suara panjang tinggi melengking, biasanya sebagai tanda perubahan gerak.
- Saur, yaitu lagu yang diulang bersama oleh seluruh penari setelah dinyanyikan oleh penari solo.
Tari Saman hampir sama dengan Tari Ratoh Jaroe
Perbedaannya adalah Tari Saman mencerminkan pendidikan, keagamaan, sopan santun, kepahlawanan, kekompakkan dan kebersamaan dan dimainkan oleh penari laki-laki dalam jumlah ganjil, sedangkan Tari Ratoh Jaroe adalah interpretasi dari semangat perempuan Aceh yang dikenal tangguh, kuat, dan memiliki tekad berani yang sudah dikenal sejak masa yang lampau dan dimainkan oleh penari perempuan dalam jumlah genap
2. Tari Tenun Songket (Sumatera Selatan)
Berikut ini video tari tenun songket :
Tari Tenun Songket (Tari Rampak Kipas Songket Brada) Tarian Daerah Masyarakat Palembang - Tari Tenun Songket adalah tarian daerah masyarakat palembang Sumatera Selatan yang ada sejak zaman kerajaan Sriwijaya.
Tari Tenun Songket terinspirasi dari kegiatan menenun yang merupakan sebuah tradisi turun temurun yang kerap dilakukan oleh perempuan Palembang. Kegiatan menenun oleh para seniman diolah menjadi sebuah garapan tari berjudul tari rampak kipas songket brada.
Tarian tersebut menggambarkan kegembiraan para wanita Palembang dalam kegiatan menenun songket dan ketekunan mereka. Jumlah penari ini biasanya dilakukan oleh lima orang penari, tetapi hal tersebut bukan aturan baku dan dapat ditambah atau dikurangi sesuai dengan kapasitas panggung pertunjukan.
Pertunjukan Tari Tenun Songket para penari menggunakan busana baju khas Palembang yang dimodifikasi yang mencerminkan khas kedaerahan Palembang. Hal tersebut didominasi dengan warna emas yang mendominasi warna pakaian dan kain songket pada bagian bawah.
Sedangkan pada bagian kepala penari menggunakan hiasan berupa mahkota bunga serupa kembang goyang dan properti kipas sangat penting dalam pementasan tarian.
Silakan Ananda amati gambar tarian atau saksikan tautan youtube berikut ini untuk memahami waktu yang digunakan pada tarian berikut.
3. Tari Beksan Lawung Ageng (Yogyakarta)
Tarian Beksan Lawung Ageng berasal dari Keraton Yogyakarta. Tarian ini dibawakan oleh16 (enambelas) penari, yang semuanya adalah lelaki. Tari Lawung Ageng merupakan tarian ciptaan Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) I (1755-1792). Tarian ini menceritakan tentang prajurit yang sedang berlatih perang dengan menggunakan properti bernama lawung yaitu sebuah tombak yang berujung.
Berikut tautan youtube Tari Beksan Lawung Ageng:
Salah satu tarian pusaka yang dimiliki oleh Keraton Yogyakarta adalah Beksan Lawung Ageng, tari yang menggambarkan adu ketangkasan prajurit bertombak. Beksan Lawung Ageng diciptakan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I (1755-1792) yang terinspirasi perlombaan watangan. Watangan adalah latihan ketangkasan berkuda dan memainkan tombak yang biasa dilakukan oleh Abdi Dalem Prajurit pada masa lalu. Dialog yang digunakan dalam tarian merupakan campuran dari bahasa Madura, Melayu, dan Jawa. Dialog tersebut umumnya adalah perintah-perintah dalam satuan keprajuritan.
Beksan Lawung Ageng merupakan bagian dari rangkaian Beksan Trunajaya yang terdiri dari “Lawung Alit,” “Lawung Ageng,” dan “Sekar Madura”. Beksan Lawung Ageng sendiri terdiri dari dua bagian yaitu “Lawung Jajar” dan “Lawung Lurah.” Beksan yang ditampilkan ini adalah beksan “Lawung Ageng” bagian “Lurah”. Ada empat peran dalam Beksan Lawung Ageng – Lurah ini; jajar, lurah, botoh, dan salaotho. Jajar berperan sebagai prajurit muda dan pangkat paling rendah yang penuh dengan semangat bagi seorang prajurit. Penari yang berperan sebagai jajar menggunakan ragam gerak bapang yang bersifat gagah dan ekspresif. Sementara Lurah berperan sebagai prajurit yang telah matang. Dalam struktur keprajuritan, prajurit berpangkat lurah menempati posisi di atas jajar. Dalam sajian kali ini, Jajar bertugas meladosi Lurah dengan memegang dodor atau tombak sebelum diserahkan kepada Lurah. Pada tarian aslinya adegan ini meliputi pocapan antara lurah dan jajar, namun karena keterbatasan durasi dalam sajian kali ini, adegan ladosan dodor dari jajar kepada lurah dipersingkat. Penari yang berperan sebagai lurah menggunakan ragam gerak kalang kinantang yang bersifat gagah dan anggun, lebih halus dibanding ragam gerak bapang. Peran botoh terdiri dari dua penari, berperan sebagai tokoh yang mengadu ketangkasan prajurit yang mereka miliki. Ploncon bertugas memegang tombak sebelum digunakan jajar atau lurah. Salaotho terdiri dari dua penari, masing-masing berperan sebagai Abdi Dalem pelawak, yang setia pada masing-masing botoh. Penari yang berperan sebagai salaotho menggunakan ragam gerak gecul yang bersifat jenaka. Busana pada Lawung Lurah menggunakan irah-irahan tepen yang menjadi ciri khas Yasan Dalem Sri Sultan Hamengku Buwono I dan menggunakan jarik motif parang gendreh ceplok gurdha. Beksan Lawung Lurah ditarikan dengan iringan gendhing gangsaran dan bimakurda. Gendhing Gangsaran digunakan untuk mengiringi bagian awal beksan, sedangkan Gendhing Bimakurda digunakan untuk mengiringi bagian pertarungan antar lurah. Gendhing tersebut dimainkan oleh Gangsa Kiai Guntur Sari. Kiai Guntur Sari memiliki saron jauh lebih banyak dari seperangkat gamelan pada umumnya sehingga mampu menciptakan suara yang keras dan kuat seperti guntur. Suara ini cocok sekali untuk menghidupkan suasana latihan perang antara dua kelompok prajurit bersenjata tombak. Melalui tarian ini Sri Sultan Hamengku Buwono I menanamkan nilai-nilai keberanian serta ketangkasan seorang prajurit keraton. Selama lebih dari dua abad, tari ini telah menjadi sarana pembentukan karakter jiwa seorang ksatria melalui kedisiplinan berolah fisik dan berolah batin.
- intensitas, yang berkaitan dengan kuantitas tenaga dalam tarian yang menghasilkan tingkat ketegangan gerak
- aksen/tekanan muncul ketika gerakan dilakukan secara tiba-tiba dankontras
- kualitas berkaitan dengan cara penggunaan atau penyaluran tenaga
Tari serimpi merupakan tarian sakral yang dahulu hanya dipentaskan oleh kalangan internal keraton. Kata serimpi merujuk pada makna impi atau mimpi, mengingat jika menyaksikan tari serimpi penonton seperti terbuai alunan musik dan gerak luwes penari, seolah-olah penonton masuk ke dalam dunia mimpi.
Untuk diketahui, ada tiga jenis gerak dasar Tari Serimpi. Pertama, gerak maju gawang atau gerak sikap jalan biasa dengan sikap tangan tertentu menuju tempat pentas dengan cara berbelok kekanan dan kekiri, kemudian diakhiri dengan sikap duduk. Kedua, pada gerak pokok, penari menyajikan tentang tema tariannya
- Gerak megol, adalah posisi jalan di tempat dengan tangan kiri diletakkan di dada
- Enjer loncat, adalah gerakan salah satu tangan dibengkokkkan sedangkan tangan lainnya lurus kemudian penari melompat ke arah kanan atau kiri
- Singgetan ngigel, adalah posisi tangan di depan mata lalu melakukan ngigel (berputar)
- Gerak yapong, adalah gerakan tangan diletakan di atas kepala, telapak tangan dibuka lalu bergerak seperti menyapu angin ke kiri dan kanan
Comments
Post a Comment
Tinggalkan Komentar Anda