EMPATI
EMPATI
Jika empati diartikan secara harfiah bahwa dengan
berempati, seseorang masuk ke dalam diri orang lain dan menjadi orang lain agar
bisa merasakan dan menghayati orang lain, maka timbul penilaian bahwa mustahil
orang tersebut bisa melakukannya tanpa melepaskan diri dari dirinya sendiri,
sehingga terdapat aku yang ada dan aku yang keluar dan menjadi orang lain. Hal
tersebut pun mustahil jika terjadi dalam keadaan biasa karena jika sampai
terjadi berarti ada pembelahan diri (splits
personality; schizophrenia) yang justru menjadi tanda adanya hambatan yang
serius di dalam kepribadian seseorang (Gunarsa Singgih, 1992, hal.71).
Di pihak lain, empati justru dianggap sebagai salah satu
cara yang efektif dalam usaha mengenali, memahami, dan mengevaluasi orang lain
karena dimungkinkan seseorang itu masuk dan menjadi sama dengan orang lain.
Dengan berempati, seseorang bisa benar-benar merasakan dan menghayati orang
lain termasuk bagaimana seseorang mengamati dan menghadapi masalah dan
keadaannya (Gunarsa Singgih, 1992, hal.71).
A. Definisi
1.
Empati suatu istilah umum yang
dapat digunakan untuk pertemuan, pengaruh dan interaksi di antara
kepribadian-kepribadian. “ Empati ” merupakan arti dari kata “einfulung” yang
dipakai oleh para psikolog Jerman. Secara harfiah ia berarti “merasakan ke
dalam”. Empati berasal dari kata Yunani “pathos”, yang berarti perasaan yang
mendalam dan kuat yang mendekati penderitaan, dan kemudian diberi awalan “in”. Kata
ini paralel dengan kata “ simpati “. Tetapi antara keduanya terdapat perbedaan.
Bila simpati berarti merasakan bersama dan mungkin mengarah pada
sentimentalitas, maka empati mengacu pada keadaan identifikasi kepribadian yang
lebih mendalam kepada seseorang, sedemikian sehingga seseorang yang berempati
sesaat melupakan/ kehilangan identitas dirinya sendiri. Dalam proses empati
yang mendalam dan misterius inilah berlangsung proses pengertian, pengaruh dan
bentuk hubungan antar pribadi yang penting lainnya
2. George & Cristiani (1981), empati
adalah kemampuan untuk mengambil kerangka berpikir klien sehingga memahami
dengan tepat kehidupan dunia dalam dan makna-maknanya dan bisa dikomunikasikan
kembali dengan jelas terhadap klien. Dengan berempati, memungkinkan konselor
untuk mendengar dan bereaksi terhadap kehidupan perasaan klien, yakni : marah,
benci, takut, menentang, tertekan, dan gembira.
3. Stewart (1986) merumuskan empati sebagai
kemampuan untuk menempatkan diri di tempat orang lain supaya bisa memahami dan
mengerti kebutuhan dan perasaannya. Empati menuntut untuk masuk ke pandangan
dunia klien dan untuk melihat dengan mata mereka dan selanjutnya “to walk in their shoe”.
4. Rogers , empati berarti memasukkan dunia klien
beserta perasaan-perasaannya ke dalam diri sendiri tanpa terhanyut oleh pikiran
dan perasaan klien (Hackney, 1978).
5. Ada tiga aspek dalam empati menurut
Patterson (1980), yaitu:
a. Keharusan bahwa konselor mendengarkan
klien dan mengkomunikasikan persepsinya kepada klien.
b. Ada pengertian atau pemahaman konselor
tentang dunia klien; dan
c. Mengkomunikasikan pemahamannya kepada klien.
B. Makna Penting Empati
Menurut Rogers dalam Konseling
dan Psikoterapi (Gunarsa Singgih, 1992, hal. 72), empati bukan hanya
sesuatu yang bersifat kognitif namun meliputi emosi dan pengalaman. Juga diartikan sebagai usaha menglami
dunia klien sebagaimana klien
mengalaminya. Karena itu, seorang kenselor harus berusaha memahami pengalaman
klien dari sudut klien itu sendiri. Dalam makalahnya yang berjudul “ The Necessary and Sufficient Conditions of
Therapeutic Personality Change ”(Kondisi Yang Harus Terjadi Dan Cukup Bagi
Perubahan Pada Klien), Rogers mengemukakan tentang emphatic understanding, yakni kemampuan untuk memasuki dunia
pribadi orang. Emphatic understanding
merupakan salah satu dari tiga atribut yang harus dimiliki oleh seorang terapis
dalam usaha mengubah perilaku klien. Atribut yang lain yaitu kewajaran atau
keadaan sebenarnya (realness) dan
menerima (acceptance) atau
memperhatikan (care).
1. Tanpa empati, tidak mungkin ada
pengertian. Memahami secara empati merupakan kemampuan seseorang untuk memahami
cara pandang dan perasaan orang lain. Memahami secara empati bukanlah memahami
orang lain secara objektif, tetapi sebaliknya dia berusaha memahami pikiran dan
perasaan orang lain dengan cara orang
lain tersebut berpikir dan merasakan atau melihat dirinya sendiri. Memahami
klien berdasarkan kerangka persepsi dan perasaan klien sendiri oleh Rogers
disebut internal frame of reference, artinya menggunakan kerangka pemikiran
internal.
2. Menurut Rogers empati konselor
sebagai salah satu factor kunci yang membantu klien untuk memecahkan masalah
personalnya. Ketika kita berempati kepada orang lain, kita meletakkan diri kita
“in their shoes”, melihat dunia dari
mata mereka, membayangkan bagaimana bila menjadi mereka, dan berusaha merasakan
apa yang mereka rasakan.
3. Faktor sosial dan budaya (seperti gender,
etnis, perbedaan kultur) mempunyai pengaruh dalam pengekspresian emosi. Faktor
ini mempengaruhi cara bagaimana konselor merespon secara emosional.
4. Jika klien merasa dimengerti, maka mereka
akan lebih mudah membuka diri untuk mengungkapkan pengalaman mereka dan berbagi
pengalaman tersebut dengan orang lain. Klien yang membagi pengalamannya secara
mendalam memungkinkan untuk menilai kapan dan di mana mereka membutuhkan
dukungan, dan potensi kesulitan yang membutuhkan fokus untuk rencana perubahan.
5. Saat klien melihat empati pada diri
konselor, mereka akan lebih nyaman untuk dan tidak melakukan defend seperti penyangkalan, penarikan
diri, dll. Artinya empati konselor mampu memfasilitsi perubahan pada klien. Sebaliknya
akan lebih mau membuka diri terhadap dunia luar dengan cara yang lebih
konstruktif. Karena itulah istilah empati ditambah menjadi perkataan “emphatic understanding”.
C. Mengkomunikasikan Empati
Empati membutuhkan kemampuan
konselor dan usaha untuk menempatkan ia pada posisi klien dan memahami dunia
klien. Tetapi empati sendiri tidak akan efektif bila tidak di barengi dengan
kemampuan untuk mengkomunikasikan dan menunjukkan empati itu. Klien akan berfikir bahwa konselor
berempati hanya jika mereka melihat dan percaya hal tersebut. Truax dan
Carkhuff mengemukakan bahwa dalam memahami secara empati ini sangat perlu
konselor menerima dan mengkomunikasikan baik secara verbal maupun non verbal,
secara akurat dan penuh kepekaan tentang perasaan dan makna perasaan itu.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam merespon:
1. Respon harus pendek dan to the point, menangkap esensi dari perasaan dan situasi.
2. Bukan pengulangan dari apa
yang orang lain katakanya. Diulangi dalam kata yang berbeda.
3. Harus lebih dalam dari apa yang telah
dikatakan, seperti menebak perasaan yang tidak diungkapkan (jika terkaan itu
salah hal ini bukanlah masalah. Klien akan membenarkan dan menjelaskan).
Egan (1975, dalam Ivey et al, 1987)
membedakan dua tipe untuk memahami “emphatic
understanding”, yakni :
1. Empati primer, adalah empati sebagaimana
dikemukakan oleh Rogers.
Membentuk fondasi dan atmosfer inti helping relationship. Termasuk
mendengarkan semua pesan dan meresponnya. Kemampuan paraphrasing dan merefleksikan perasaan konselor dengan baik akan
memulai dasar empati untuk memahami klien.
Contoh perkataan : “ Sekarang saya bisa
merasakan betapa sedih Anda pada waktu itu”.
2. Empati lanjutan
(advanced accurate emphaty)
Memahami hal yang tersembunyi dari klien, bentuk
dasar dari empati lanjutan adalah memberi respon dan pemahaman terhadap hal
yang tidak langsung dikatakan klien. Di mana konselor memberikan lebih dari
dirinya dan seringkali membutuhkan upaya langsung untuk mempengaruhi klien.
Karena informasi itu selalu subjektif bagi interpretasi individu, konselor
harus menyusun kembali situasi, kepercayaan, atau pengalaman untuk membantu
klien melihatnya dari perspektif yang berbeda dan mengecek apakah interpretasi
itu sudah benar.
Advanced
emphaty lebih kritis, mendalam, dan membahas masalah yang sensitif oleh
karena itu dapat menyebabkan klien bertambah stress. Untuk mencegah klien
mengalami emosi berlebihan dan melakukan perlawanan respon empati konselor
harus bersifat sementara dan hati-hati.
Contoh perkataan : “ Saya akan merasa
sedih juga” ; ”Dari apa yang kamu katakan......” ; ” Apakah hal ini ......?” ;
”Sepertinya hal ini .......”
D. Latihan Empati
1.
Rasional
Kehidupan dunia dalam klien merupakan rahasia yang
sulit untuk ditembus. Bahkan keadaannya begitu berlapis. Klien yang kita hadapi
sering tampil hanya dipermalukan saja, dan jarang menampilkan dunia dalam
mereka. Kecuali terhadap orang yang sangat dipercayai.
Orang yang
dipercayai oleh klien adalah yang memahami dan dapat merasakan perasaan,
pengalaman, serta pikiran klien. Konselor yang empati mudah memasuki dunia dalam klien sehingga klien
tersentuh dengan sikap konselor.
Seorang
calon konselor harus dilatih agar peka terhadap perasaan klien, memahami
pikirannya, dan mampu merasakan perasaan dan pengalaman klien. Untuk mencapai
hal tersebut maka dilatihkan teknik empati. Latihan tersebut mencakup ungkapan
perasaan konselor mengenai perasaan, pengalaman, pikiran (keadaan dunia dalam klien) baik dengan cara
biasa (primary empathy-PE) maupun
dengan cara yang lebih mendalam/ menyentuh (advance
accurate empathy-AAE).
2.
Tujuan
Latihan empati bertujuan agar calon
konselor mampu memasuki dunia dalam
klien melalui ungkapan-ungkapan empati (PE dan AAE) yang menyentuh perasaan
klien. Jika demikian keadaannya maka klien akan terbuka dan mau mengungkapkan dunia dalamnya lebih jauh baik berbentuk
perasaan, pengalaman, dan pikiran.
3.
Materi
(a).
Latihan mengosongkan diri calon
konselor dari perasaan dan pikiran egoistik, dan masuk kedalam diri klien
dengan merasakan apa yang dirasakan klien, berpikir bersama klien, dan bukan
merasakan dan memikirkan tentang klien.
(b). Melakukan empati primer (PE) dengan
mengungkapkan:
-
”Saya dapat merasakan apa yang anda
rasakan.”
-
”Saya memahami apa yang telah anda
lakukan.”
-
”Saya mengerti apa yang anda inginkan.”
(c). Melakukan empati tingkat tinggi (AAE)
dengan mengatakan:
-
”Saya
ikut terluka dengan penderitaan anda. Namun saya juga bangga dengan kemampuan
daya tahan anda.”
-
”Saya
seperti hadir di sana saat anda mengalaminya, saya bangga dengan keberhasilan
anda.”
-
”Saya
ikut terhina dengan pengalaman keji yang anda alami namun saya salut terhadap
keuletan anda membela kebenaran.”
-
”Saya
ikut kecewa dengan perlakuannya terhadap anda, namun saya yakin anda masih
mempunyai iman untuk melupakannya.”
Dalam
melakukan teknik empati pengamat harus secara tajam mengamati bahasa tubuh
konselor. Jika bahasa tubuhnya dilakukan dengan baik, maka akan menunjang
terhadap teknik empati. Selanjutnya akan membantu klien terbuka dan terlibat di
dalam hubungan konseling.
Bagan Prosedur Microtraining Teknik Empati Primer
Peserta I
(konselor)
Pembimbing
|
Primary
Empaty
|
Peserta II
(klien)
1 2
3
Pengamat
|
Klien : ” Ya, ia membuat saya nervous. Dia
suka melirik wanita-wanita lain, hal itu membuat saya ingin memukulnya. Kami
bertengkar tentang itu, akan tetapi ia selalu menolak tuduhanku. Saya bangkit dan pergi meninggalkan bar
dan lari pulang.”
|
|||||||||||||||||||||||||||
|
Pengamat
(masukan, kritik)
Pembimbing
(masukan)
|
Konselor
(tanggapan)
Konselor
(jawaban)
|
Bahasa Tubuh
- mendengarkan penuh perhatian dan
meggunakan attending
- hangat respek
- penuh perhatian
- merasakan getaran jiwa klien (perasaan)
- diikuti paraphrasing dan refleksi perasaan
|
Bahasa Lisan
Konselor :”Saya memahami perasaan anda. Anda
merasa tidak nyaman kalau pacar anda berpaling kepada wanita lain. Akan
tetapi anda punya kekuatan untuk berlari dan pulang sendiri ketika dia
menghampiri anda.”(primary empathy)
|
Daftar Pustaka
Capuzzi,
D & Groos, Douglas R. 1997. Introduction
to The Counseling Profession Second Edition. Boston : Allyn & Bacon
Gunarsa, Singgih. D.
1992. Konseling dan Psikoterapi. Jakarta
: PT. BPK Gunung Mulia
Latipun.
2001. Psikologi Konseling. Malang : Universitas
Muhammadiyah Malang
May, Rollo. 1997. Seni Konseling. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Willis,
Sofyan.S. 2004. Konseling Individual
Teori Dan Praktek. Bandung : Alfabeta, CV
Comments
Post a Comment
Tinggalkan Komentar Anda