PEKA & EMPATI KEPADA KONSELI
PEKA & EMPATI TERHADAP KONSELI
A.
Definisi peka dan empati
Peka berarti mudah merasa, mudah terangsang, mudah
bergerak (tentang neraca peralatan mekanis), tidak lalai, mudah menerima atau
meneruskan pengaruh (cuaca dsb). Sedangkan empati berasal dari “einfiihlung”
yang banyak di tulis oleh psikolog Jerman untuk menjelaskan mengenai “memasuki
perasaan orang lain (feeling into).”
Namun ada juga yang mengatakan bahwa empati berasal dari Yunani yakni “pathos”
yang artinya perasaan yang mendalam atau kuat dan yang menyerupai perkataan
menderita serta ditambah dengan imbuhan kata “in” atau “em”. Hal ini hampir
sama dengan simpati. Namun jika simpati hanya perasaan di luar saja sedangkan
empati memiliki arti yang lebih mendalam memahami orang lain. Sedangkan Rogert
mengemukakan empati berarti memasukkan dunia klien beserta
perasaan-perasaannya ke dalam diri sendiri tanpa terhanyut oleh pikiran dan
perasaan klien (Hackney, 1978).
B. Aspek
dalam empati
Ada tiga aspek dalam empati menurut Patterson
(1980), yaitu :
a. Keharusan bahwa konselor
mendengarkan klien dan mengkomunikasikan persepsinya kepada klien.
b. Ada pengertian atau
pemahaman konselor tentang dunia klien, dan
c. Mengkomunikasikan
pemahamannya kepada klien.
C.
Tujuan Empati
Tujuan dari empati yang digunakan oleh konselor adalah
agar konselor mampu memasuki dunia dalam konseli melalui ungkapan-ungkapan
empati baik itu empati primer maupun empati tingkat tinggi yang menyentuh
perasaan konseli.
D.
Macam-macam empati dan contoh empati
1. Empati primer / Primery Emphaty (PE)
Empati primer / Primery Emphaty (PE) yaitu suatu perasaan bagaimana masuk ke dunia
dalam klien merasakan apa yang diarasakan, dan dengan perilaku attending. Jadi
bentuk empati yang hanya berusaha memahami perasaan, pikiran dan keinginan
klien, dengan tujuan agar klien dapat terlibat dan terbuka.
Contoh ungkapan empati primer : “Saya
mengerti keinginan Anda”, “Saya dapat memahami pikiran Anda”, “Saya dapat
merasakan bagaimana perasaan Anda”. Atau seperti ini, “anda merasa tidak aman
ketika melihat dia. Saya merasakan perasaan anda. Akan teteapi anda memiliki
kekuatan untuk bangkit dan pergi meninggalkannya.”
2. Empati tingkat tinggi yang lebih akurat/
Advanced Accurate Emphaty (AAE)
Empati tingkat tinggi yang lebih akurat/
Advanced Accurate Emphaty (AAE) yaitu konselor memberi empati yang lebih mendalam
dan mengena sehingga pengaruhnya terasa lebih mendalam pada diri klien, dan
pada gilirannya lebih membangkitkan suasanan emosional klien. Jadi empati
apabila kepahaman konselor terhadap perasaan, pikiran keinginan serta
pengalaman klien lebih mendalam dan menyentuh klien karena konselor ikut dengan
perasaan tersebut.
Contohnya sebagai berikut :
·
“Saya ikut
terluka dengan penderitaan anda. Namun saya juga bangga dengan kemampuan daya
tahan anda”.
·
“Saya ikut terhina dengan pengalaman keji yang
anda alami namun saya salut terhadap keuletan anda membela kebenaran”.
·
“Saya merasakan
perasaan cemas yang anda alami. Saya ikut terluka dengan peristiwa tersebut.
Namun saya terkesan dengan kekuatan anda untuk bangkit meninggalkan dia”.
Hal diatas merupakan contoh empati yang
terbagi ke dalam dua macam, yaitu empati primer dan empati tingkat tinggi. Jika
ditanya mana yang paling baik antar keduanya, dapat dikatakan semuanya baik.
Namun tergantung kepada masalah apa yang di hadapi klien dan juga tergantung
kepada klien yang seperti apa yang datang ke konselor.
E.
Cara berempati
Sofyan
S. Wilis menjelaskan dalam bukunya yang berjudul Konseling Individual Dalam Teori Dan Praktek cara berempati yaitu sebagai berikut:
1. Kosongkan pikiran dari rasa / sikap egoistik.
2. Amati bahasa tubuh klien, seperti emosi, air
muka (mimik), gerak isyarat, dan gerakan yang membawa pesan emosional.
3. Rasakan kehidupan emosi klien, dan berusaha
berada dalam kehidupan internal klien.
4. Amati verbal klien yang membawa emosi.
5. Intervensi dengan persyaratan efektif, sesuai
dnegan keadaan emosi klien (refleksi feeling)
Jadi peka dan empati seorang konselor kepada konseli merupakan salah satu faktor kunci yang membantu konseli untuk memecahkan masalah
personalnya. Ketika kita berempati kepada orang lain, kita meletakkan diri kita
“in their shoes”, melihat dunia dari
mata mereka, membayangkan bagaimana bila menjadi mereka, dan berusaha merasakan
apa yang mereka rasakan. Jika konseli merasa dimengerti, maka
mereka akan lebih mudah membuka diri untuk mengungkapkan pengalaman mereka dan
berbagi pengalaman tersebut dengan orang lain.
Sumber :
Willis, Sofyan.S. 2004. Konseling Individual Teori Dan Praktek. Bandung : Alfabeta
Comments
Post a Comment
Tinggalkan Komentar Anda